Sabtu, 02 April 2016

Dia yang Menelanmu Diam-Diam

DIA YANG MENELANMU DIAM-DIAM
Oleh: Leli Erwinda

Ruangan itu tetap lengang meski di siang hari. Hanya beberapa mahasiswa  saja yang terlihat di sana. Itu pun terpaksa. Sebab begitu buku-buku yang dicari ketemu, mereka akan segera angkat kaki. Meninggalkan wanita bertubuh tambun yang terkantuk-kantuk di atas meja berdebu, serta pemuda pendiam yang sering tidak disadari keberadaannya.

Adalah Frandy, satu-satunya mahasiswa yang betah berada di tempat itu. Duduk di sisi paling pojok sembari bersandar pada dinding yang catnya makin memudar, bahkan mengelupas seiring waktu. Tempat yang seolah bagai taman biasa baginya, tapi dinamai 'tempat terkutuk' oleh mereka yang memahami.

Jika hatinya mulai diliputi bosan, ia akan bangkit dan menelusuri rak-rak yang saling berjajar. Memilih satu-dua buku untuk dibaca atau sekadar dibolak-balik saja. Seperti saat ini, ia melangkah dari sisi kiri ke sisi kanan. Jarinya ditempelkan di ujung-ujung buku dengan kaki yang terus melangkah. Gerakannya terhenti, saat telunjuk menyentuh buku bersampul hitam. Dengan gambar seorang wanita cantik bergaun semerah darah. Senyumnya tersungging, seakan menggoda Frandy untuk segera memilih, membacanya.

"Sepertinya menarik," batin Frandy. Ia pun segera membawa buku itu ke kursi semula.

Mendadak hatinya tidak tenang. Ada desiran-desiran aneh tiap matanya bersitatap dengan gambar wanita di buku yang ia pegang. Tatapan tajam yang makin lama semakin melenakan. Enggan lepas bagai dua uluran tangan yang saling berpaut.

Bukunya seketika saja terbuka secara acak, lalu tiba-tiba jatuh berdebum hingga mengejutkan penjaga perpustakaan yang tertidur.

"Siapa di sana?" teriak wanita tambun, parau. Kini selain dirinya, tidak ada siapa pun kecuali kesunyian.

Bandar Lampung, 16/03/2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkenan mampir. Silakan tinggalkan jejak. ^_^