Jumat, 18 Desember 2015

Resensi Novel Insya Allah, Sah!

Judul: Insya Allah, Sah!
Penulis: Achi TM
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Terbit: 2015
Tebal: 328 halaman
Harga: Rp 69.500
ISBN: 978-602-03-1465-5

Sinopsis back cover:
Kenapa sih semesta ini seperti berkonspirasi mengacaukan persiapan pernikahan Silvi?

Silvi terjebak dalam lift bersama Raka. Karena panik, Silvi bernazar akan memakai jilbab kalau bisa keluar dari lift. Masalahnya, bagaimana mungkin ia--desainer sekaligus pemilik Silviana Sexy Boutique yang beromzet miliaran--bisa memenuhi nazar untuk berjilbab? Gila, kan?! Tapi, menurut Raka nazar harus dipenuhi, kalau tidak, kesialan beruntun akan terus menimpanya.

Kekacauan urusan pernikahan Silvi ternyata tak kunjung kelar. Ketika Silvi rela mencoba berjilbab demi kelancaran urusan pernikahannya, ia mendapati kenyataan yang mengejutkan. Dion, calon suami Silvi, ternyata tidak suka perempuan berjilbab dan mengancam akan membatalkan pernikahan mereka!

"Saya terima nikahnya Silviana Harini binti Rasyid Mahmud dengan maskawin tersebut dibayar tunai."

"Sah?"

"Saaaah...!"

Cuma itu yang ingin didengar Silvi.

----------

Novel dengan genre chicklit namun bernuansa islami. Dikemas dengan gaya yang lincah, ringan, menggelitik dan cerdas. Menandakan bawa penulisnya sudah punya jam terbang yang cukup tinggi.

Setting jelas, deskripsi sangat detail. Tidak perlu diragukan lagi kepiawaiannya, karena selain menjadi novelis, membuka kelas menulis, beliau juga seorang penulis skenario FTV.

Prolog yang sukses bikin penasaran. Ritme membaca saya langsung cepat karena mungkin efek dari Silviana yang sedang berkejaran dengan waktu sementara jagad raya-nya mendadak oleng. Ya, manusia mana yang siap diterjang kesialan beruntun?

Segalanya bermula sejak Madam Wulan--pelanggan butik--protes dengan hasil jahitan yang menurutnya rusak. Minta ganti rugi dengan memaksa Silvi mendesain ulang. Sementara di waktu yang sama, ia telah membuat janji dengan Dion untuk makan siang bersama di restoran. Dua jam berlalu, Silvi yakin Dion sudah meninggalkan tempat itu.

"Padahal aku mau melamar kamu di sana ..." (halaman 9)

Pesan dari Dion, seketika membuat rahangnya hampir copot. Empat tahun pacaran, selama itu pula Silvi menunggu untuk dilamar.

Saat ia memutuskan untuk menemui Dion di kantornya, mendadak ban mobilnya pecah, Silvi memutuskan naik taksi dan malah terjebak macet, bahkan taksi yang ditumpangi bannya ikut-ikutan pecah. Sementara mobil Silvi ditilang karena parkir sembarangan.

Kesialan hari itu masih belum ingin berakhir. Sesampainya di kantor tempat Dion bekerja, ia malah terjebak di lift bersama seseorang. Adalah Raka, cowok kalem, polos, dan religius.

--Aku berjalan menghampirinya. Dia malah melangkah ke sudut lift yang lain. Aku melangkah lagi, dia menghindar lagi.

"Kenapa, sih?"

"Ki... Kita kan bukan muhrim, Mbak." (halaman 15)

Segala nazar sudah dicoba, namun lift tak kunjung terbuka. Hingga sampailah pada sebuah nazar paling mustahil: Silvi akan memakai jilbab! Seorang disainer, yang juga pemilik butik pakaian seksi, yang cantik, seksi, fashionable dan juga pintar, apa sungguhan mau pakai jilbab?

Ajaib! Lift pun terbuka. Setelahnya, Silvi seolah menutup hati dan pikirannya soal nazar yang sudah diucapkan.

Dion sungguhan melamar Silvi di hari itu juga. Namun siapa sangka, kekacauan persiapan pernikahan terus-terusan menimpanya. Ini akibat dari nazar yang tidak kunjung ditepati.

Saya banyak terkekeh saat membaca novel ini. Meski isinya banyak menyinggung soal agama seperti: nazar, berhijab, solat tepat waktu, membaca Al qur'an, tetap saja unsur humornya mendominasi. Bukan tipe novel islami yang serius dan menggurui. Ini lebih santai, tapi pesannya sampai.

Silvi dan Dion saling mencintai, mereka setipe. Tapi begitu Raka hadir, suasananya menjadi berbeda. Lebih menarik!

--"Mau kau apa, sih?"

"Mau mengingatkan Mbak Silvi, kalau belum menikah jangan gandeng-gandengan tangan begitu. Kan, belum muhrim." (halaman 47)

Selalu menunggu-nunggu momen Silvi bertemu dengan Raka. Karena pasti ada saja hal-hal lucu yang terjadi. Raka memang terkesan tukang ceramah, membosankan, tidak gaul, meski sebenarnya dia baik, tulus, dan sangat manis.

Persahabatan antara Silvi dan Kiara juga tak kalah manis. Meski keduanya bagai bumi dan langit, persahabatan mereka tetap saja langgeng. Kiara satu tipe dengan Raka. Sama-sama religius dan suka menceramahi siapa saja.

Ada Gina, adik Silvi satu-satunya yang menjadikan ia kiblat dalam hal fashion, bahkan cara mengupil. Juga Aida, adik Raka yang anggun, sholeha, tapi tetap modis. Hadir pula sosok Sarah, meski hanya figuran, tokoh satu ini menorehkan kesan.

Lalu Anna? Hadirnya tidak disangka-sangka. Saya kira Anna cuma bagian dari masa lalu, ternyata dia muncul lagi dan makin memperkeruh suasana. Atau lebih tepatnya merusak?

Saya naksir dengan tokoh Raka sejak dia mengirim jilbab dan gamis untuk Silvi. Untuk bahan renungan, katanya. Nasyid-nya apa lagi, bikin meleleh. Hahaha.

Untuk kalian yang sulit jatuh cinta, coba deh, baca novel ini. Bersiaplah jatuh hati sama Raka plus harus siap patah hati juga karena Raka mulai jatuh cinta.

Memberi ruang bagi pembaca untuk berpikir. Dengan menebar kode-kode, mengaitkan kejadian demi kejadian hingga sampai pada satu kesimpulan. Tanpa harus membuat penulisnya menceritakan secara detail.

Tidak banyak kesalahan, kecuali sedikit typo, tanda baca yang kelebihan, lupa memberi spasi, atau salah menyebut nama.

“Keren, lho… Bilang dari calon adik ipar.”
– Gina (halaman 117)
Maksud Gina, ia akan memberi hadiah untuk Aida, adik Raka. Tapi bukankah, jika Gina akan menikah
dengan Raka itu artinya Gina akan jadi kakak iparnya Aida?

“Gery, yang memaksa Gina untuk memakai tuxedo sempit itu adalah Gina, Joe, dan
Hana.” (halaman 129)
Kok Gina? Bukannya Raka?

“Kan nggak mungkin aku yang ganti, Gin!” dan Hana.” (halaman 129)
Petik penutup dobel. Bingung.

“Hai dear.” (halaman 161)
Seharusnya, “Hai, Dear."

Aku menepuk bahuku pelan. (halaman 213)

Apa ini maksudnya bukan menepuk bahunya Sarah?

Endingnya tempo cepat. Saya berharap bisa lebih dipanjangkan lagi. Atau karena saya yang tidak rela lepas dari Raka? Entahlah. Tapi saya memang sungguhan jatuh hati.

Saat mencapai halaman akhir, paragraf-paragraf akhir, lalu sampai pada kalimat terakhir, kontan saya berteriak: Keren! Benar-benar ending yang bikin haru. Sambil dalam hati berdoa, "Raka, sampai bertemu ya, di kehidupan nyata."

Jadi, untuk siapa saja yang belum baca novel ini, saya rekomendasikan untuk segera membacanya. Tidak akan menyesal dan dijamin tidak mau berhenti sebelum tamat. Adakah yang belum tahu? Novel ini akan segera difilmkan, lho. Kebayang dong bagaimana kerennya. So, grab it fast!

Rate: 4,5 bintang