Senin, 07 Agustus 2017

Resensi: Ajarkan Budi Pekerti Melalui Dongeng


Judul Buku: Dongeng Pembentuk Akhlak Terbaik Sepanjang Masa
Penulis: Irma Irawati
Penerbit: Ziyad Books
Cetakan: 2016
Tebal Buku: 106 halaman
ISBN: 978-602-317-032-6

Mendidik anak sedari usia dini merupakan tanggung jawab sekaligus tantangan bagi para orang tua. Berbagai metode pun dilakukan demi memberi pengajaran hal-hal baik pada sang buah hati. Agar anak menjadi paham dalam membedakan baik-buruknya suatu tindakan serta risiko apa yang akan diperoleh nanti. Dan, bacaan berupa dongeng, hingga kini masih menjadi salah satu pilihan orang tua untuk mengenalkan putra-putrinya mengenai pentingnya memiliki akhlak terpuji.

Kumpulan dongeng pembentuk akhlak ini, berisikan sepuluh cerita dengan tokoh-tokoh hewan yang berprilaku layaknya manusia pada umumnya dengan tema beragam. Menariknya lagi, kesepuluh dongeng diramu berdasarkan pada hadis-hadis mengenai akhlak. Jadi selain menyimak cerita, anak pun bisa mencoba belajar menerapkan hadis itu dalam kehidupan sehari-hari.

Kisah pembuka berjudul Jangan Malu Dong, Robin! berkisah tentang Robin yang merasa malu ketika harus bercerita mengenai profesi ayahnya di depan kelas. Jauh berbeda dengan teman-temannya yang membanggakan pekerjaan ayah masing-masing (halaman 7). Di tengah perasaan malunya, teman-teman justru membesarkan hati Robin. Mereka memuji kehebatan Ayah Robin yang ahli memperbaiki dan membuat banyak benda. Hal itu menjadikannya tidak minder lagi dan berani untuk tampil. Robin baru menyadari bahwa pekerjaan ayahnya sebagai tukang servis perabot rumah tangga bukanlah sesuatu yang memalukan. Sang ayah adalah pahlawan keluarga dan penyelamat bagi barang-barang yang hampir tidak terpakai menjadi layak pakai.

Mengenai nafkah, Allah pun menyukai orang-orang yang makan dengan hasil keringatnya sendiri. Sebagaimana diriwayatkan dalam HR. Bukhari:
"Tidaklah seseorang memakan sesuatu yang lebih baik daripada hasil kerja tangannya sendiri. Dan sesungguhnya Nabi Allah, Daud, makan dari hasil pekerjaan tangannya."
(halaman 13). Melalui kisah ini, anak akan belajar memahami dan menghargai pekerjaan orang tua. Apa pun profesi mereka, selama itu mendatangkan kebaikan bagi diri sendiri, keluarga, maupun orang lain, patut dihargai dan syukuri. Pesan untuk bersikap baik dan kemauan mendukung teman yang tidak percaya diri juga tersirat pada cerita ini.

Pada kisah berikutnya, penulis mengambil tema berdasarkan salah satu HR. Muslim, bahwa Allah swt., tidak memandang hamba-Nya berdasarkan rupa, namun hatinya. Dikisahkan tentang Bibi Mery, seekor merak yang merasa penampilannya paling bagus dibanding tamu undangan lain. Saking sibuknya menilai dan membanding-bandingan pakaian orang lain dengan dirinya, ia kelaparan karena tidak sempat mencicipi hidangan yang telah disediakan. Ia juga tidak sempat mengobrol dengan mereka yang jarang ditemui.

Ketika tadi Bibi Mery sibuk menertawai dandanan orang lain, kini giliran ia sendiri yang jadi bahan tertawaan orang-orang. Perutnya mengeluarkan suara karena saking laparnya dan minta diisi (halaman 55-56). Pelajaran yang bisa dipetik dari kisah ini ialah kesombongan tidak akan memberi keuntungan apa-apa bagi pelakunya. Daripada terlalu sibuk dengan penampilan luar, akan lebih baik bila diimbangi dengan berbenah hati.

Temui pula kisah-kisah hewan lain yang tak kalah asyik dan menarik untuk disimak, seperti: Pak Sepo, si ikan sapu-sapu yang giat menjaga kebersihan. Koci, burung kakaktua yang bawel. Ada pula kisah Pak Bingo, si bangau baik hati yang selalu berusaha menebar manfaat bagi makhluk di sekelilingnya.

Inilah sarana belajar yang menyenangkan. Dengan membaca atau menyimak dongeng-dongeng yang ditawarkan dalam buku ini, anak tidak hanya akan terhibur, namun juga melatih daya imajinasi dan menambah pengetahuan. Belajar akhlak dan hadis bersama tokoh-tokoh hewan tentu tidak membuat anak cepat bosan.

Dengan gaya penyampaian yang ringan sesuai untuk usia dini, ilustrasi full colour  yang menggugah rasa penasaran, serta bonus lembar mewarnai di halaman belakang, membuat buku ini semakin layak untuk diburu.[]

Peresensi: Leli Erwinda

(Pernah dimuat di harian Singgalang edisi Minggu, 6 Agustus 2017)

2 komentar:

  1. kalau kirim resensi, bukunya harus cetakan pertama ya, Mbak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tidak semua media mengharuskan, karena pernah saya temui buku cetakan ke-2 dst ada yang dimuat. Tapi rata-rata memang cetakan pertama.

      Hapus

Terima kasih sudah berkenan mampir. Silakan tinggalkan jejak. ^_^